Minggu, 29 Juni 2008

A Poem

Sewaktu melaksanakan aksi bersih kamar sekitar sepuluh hari yang lalu, tanpa disengaja aku menemukan coretan yang sepertinya adalah sebuah puisi. Tentu saja karyaku. Untuk mengapresiasi diri sendiri naskah puisi itu kutempel di mading kamar.

Puisi itu adalah sebagai berikut,

Sedikit dihembus mereka bergoyang
Sedikit disentuh mereka bergetar
Diputar, diatur, dibentuk
Menurut

Apa ini takdir?
Apa takdir yang membuat kita merangkak bersama
Di negeri yang merunduk?

Namun tidak akan pernah muncul reaksi jika tidak diberi aksi
Tidak akan ada sebuah kejadian yang tanpa alasan
O, kita pasti sudah dari jauh hari diberi amanat
Untuk mengubah semua ini
Engkau dengan punyamu, kau dengan punyamu, dikau dengan punyamu
Dan aku dengan yang kumiliki

Puisi itu tidak sempat kuberi judul. Sepenting apakah sebuah judul?

Kamis, 26 Juni 2008

20th

Pagi yang menyenangkan di hari yang bersejarah bagiku. Aku dibangunkan oleh suara gadis yang teramat kusayangi, dia menelepon tentunya. Dengan bersemangat dia menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun" dalam bahasa Korea. Dia juga dengan seenaknya mengucapkan kata-kata "make a wish" untukku: panjang umur... sukses dunia akhirat.. bla, bla, bla, dan lain-lain. Pagi yang menakjubkan.

Kemudian Ibuku tersayang juga meneleponku. Juga mengucapkan "selamat ulang tahun" padaku. Yang paling membuat aku tertawa adalah suara adik sepupu perempuanku yang mengucapkan selamat ulang tahun, lucu sekali, dan bicaranya juga sudah lumayan fasih. Umurnya baru sekitar tiga setengah tahun. Sudah satu tahun aku tidak pulang ke Padang.

Beberapa temanku juga mengirimkan pesan-pesan selamat ulang tahun via sms.

Flashback ke tadi malam. Aku terlibat diskusi dengan seorang kawan. Salah satunya mengenai "begitu mudahnya para gadis menyerahkan tubuh, atau lebih jauh "mahkotanya", pada pacarnya. Padahal mereka sangat mengerti bahwa lelaki itu "gombal", "buaya", "pinter ngerayu", "tukang bohong", dll."

No offense untuk para gadis namun ini adalah hasil observasi terhadap kehidupan beberapa kawan dan tanya jawab langsung dengan para "buaya". Kami sepakat bahwa alasannya adalah para gadis lebih mudah terbawa emosi daripada para lelaki. Para gadis lebih mengedepankan perasaan daripada logika dan pikiran. Dan ini adalah bukti bahwa horizon berpikir para gadis berada lebih dekat daripada horizon pikiran para lelaki. Sekali lagi no offense untuk para gadis. Jadi jika terjadi hamil di luar nikah itu hanyalah akibat dari kejelian pihak lelaki untuk memanfaatkan keadaan. Saya menghimbau kepada para gadis untuk lebih berhati-hati, jangan sampai terhanyut oleh emosi. Bisa bahaya.

Topik diskusi selanjutnya adalah masalah kemanusiaan. Tidak ada orang yang bisa memilih untuk "menjadi seperti apa" sebelum lahir dulu. Jika bisa orang pasti lebih memilih untuk menjadi rupawan alih-alih buruk rupa. Orang-orang pasti lebih memilih untuk menjadi kaya daripada miskin. Lebih memilih pintar daripada bodoh. Jadi kesimpulannya janganlah membeda-bedakan orang karena pada prinsipnya kita ini sama-sama manusia.

Well, semoga di umur 20 ini aku bisa berpikir dengan lebih dewasa. Berpikir, lho. Di akhir posting ini izinkan aku menyitir kalimat bijak yang entah pertama kali diucapkan oleh siapa: "Tua itu pasti, dewasa itu pilihan."






Jumat, 20 Juni 2008

Liburan

Akhirnya ujian selesai juga. Bebas. Bebas dari kuliah, bebas dari kantuk karena begadang sebelum ujian. Mudah-mudahan nilai semester ini lebih baik dari semester kemarin.

Meskipun semester sudah usai, praktikum masih ada. Perpetaan sama Kuliah Lapangan. Grrhhh!!!

Di posting kali ini aku ingin menyampaikan selamat pada adikku yang baru saja lulus SMA tanggal 14 Juni kemarin.

Congrats, Dek... Ingat! Ujian yang sebenarnya itu ujian masuk kuliah! Semangat!

Liburan ini kegiatanku, selain praktikum-praktikum laknat itu, paling baca-baca buku. Kalau bosan baca buku paling naik gunung.

-Rgds-

Jumat, 06 Juni 2008

Rahasia Meede

Negara punya seribu alasan untuk mengampuni koruptor, tetapi hilang kesabaran setiap kali menghadapi rintihan rakyat kecil. [E.S. Ito]

Kalimat di atas adalah salah satu dari banyak kutipan yang bisa ditemukan dalam novel rancak karya E.S. Ito, Rahasia Meede. Novel yang merupakan perpaduan antara fakta dan fiksi ini diawali oleh cerita tentang kegelisahan delegasi KMB Indonesia pimpinan Bung Hatta yang ditawari sebuah kesepakatan oleh Negeri Belanda, tahun 1949.

Kedaulatan Indonesia akan diakui oleh Belanda tetapi Negara Indonesia yang muda diwajibkan untuk membayar hutang triliunan Gulden warisan pemerintah Hindia Belanda. Delegasi Indonesia bimbang. Apakah sebaiknya mereka menerima atau menolak tawaran ini.

Langit seolah mendengar kegalauan pada pejuang itu dengan mengirimkan sebuah dokumen dari "masa lalu", melalui tangan salah seorang keturunan pengikut Monsterverbond, yang bisa membuat Indonesia membayar "hutang" Hindia Belanda itu. Dokumen itu adalah petunjuk untuk menguak Rahasia Meede.

Rahasia Meede ini pula yang membuat dua orang sahabat menjadi saling bermusuhan 50 tahun setelah delegasi KMB menerima "utusan langit" itu. Satu orang memilih jalur "kanan", seorang lagi mutuskan untuk menempuh jalur "kiri".

Apakah Monsterverbond itu? Dan apa pula Rahasia Meede itu? Dan bagaimana bisa Rahasia Meede itu membuat sahabat menjadi musuh?

Penasaran? Temukan jawabannya di Rahasia Meede karya E.S. Ito.

Sabtu, 24 Mei 2008

Berkotek

Tek, kotek, kotek ...
Ada menteri tukang ngobyek ...

Selantang apapun mahasiswa berteriak, mereka yang di "kursi empuk" itu tidak akan mendengarkan. Entah budek, entah khilaf, mereka itu tidak pernah ngeh dengan kata-kata pedas itu.

Mau apa demo? "Membuat" revolusi terjadi? Haha. Gile aja. Revolusi itu gak bisa "dibuat-buat", Bos. Revolusi itu adalah akibat tertentu dan tak terhindarkan yang timbul dari pertentangan sosial yang semakin hari semakin tajam. Jadi, sabar saja. Sepertinya negara ini sedang menuju ke arah sana.

Blok, goblok, goblok ...
Kita ganyang menteri goblok ...

Lihat saja sekarang di kota-kota. Sebanyak orang yang demonstrasi menyuarakan protes terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak, sebanyak itu pula orang-orang kaya berkeliaran di jalanan memakai Mercy, BMW, Porsche, Ferrari, dan mobil mewah lainnya. Mereka itu sama sekali tidak peka. Ya, tetap sajalah seperti itu; revolusi akan segera datang.

Tek, kotek, kotek ...
Ada menteri tukang ngobyek ...

Haha. Demonstrasi mahasiswa cuma bawa massa seribu orang? Mending tidak usah saja, deh. Buang-buang waktu, buang-buang tenaga. Ujung-ujungnya dihalau polisi pakai gas air mata. Kalau mau, organisasikan seluruh kekuatan! Lha, biasa kerjanya cuma bikin acara seminar mau sok-sokan mengorganisasi demo. Malu sama semut!

Blok, goblok, goblok ...
Kita ganyang menteri goblok ...

Kamis, 22 Mei 2008

"Lampu Merah" Tidak Untuk Pejalan Kaki

Crazy, crazy, crazy. Aparatur pemerintah yang kurang suka baca buku itu mungkin mengira Nabi Adam begitu turun ke bumi langsung jalan-jalan pakai Ferrari. Mereka mungkin mengira peradaban manusia tidak pernah mengenal sebuah zaman yang pada waktu itu semua manusia ke mana-mana berjalan kaki.

Kenapa aku menulis seperti di atas? Sudah lama aku mengamati lampu lalu lintas di perempatan, pertigaan, atau perlimaan. Dari pengamatan yang lama itu aku dapat menyimpulkan bahwa "lampu merah" itu hanya berguna untuk pengendara saja.

Pejalan kaki seolah tidak diberi waktu untuk menyebrang karena tidak ada jeda antara pergantian merah-hijau masing-masing lajur. Huh! Seringkali aku melihat di "lampu merah" banyak orang yang tergesa-gesa berlari karena takut ditabrak. Dan tololnya, banyak sekali pengendara yang "pongah" dan tidak mau mendahulukan pejalan kaki. Sungguh malang nasib pejalan kaki di Indonesia. Crazy, crazy, crazy.

Sabtu, 17 Mei 2008

Seharusnya

Seharusnya mahasiswa universitas ternama itu mempunyai kesadaran sosial dan lingkungan yang tinggi. Harusnya mereka tahu bagaimana cara bersikap.

Sudah tahu suhu bumi semakin meningkat masih saja mereka ngotot untuk membawa motor masing-masing ke kuliah. Padahal mereka jelas tahu bahwa kotoran yang mereka muntahkan dari knalpot motor itu merusak lapisan pelindung bumi, ozon. Aku hanya bisa tertawa-tertawa sendiri ketika berjalan lewat Fakultas Biologi. Sebagian besar mereka bawa motor. Gengsi naik bis kota butut?

Mahasiswa universitas terkenal itu harusnya tahu bahwa pejalan kaki harus menghormati orang yang duduk, pengendara sepeda harus menghormati pejalan kaki, pengendara motor harus mendahulukan pemakai sepeda, dan sopir harus menghargai pengendara motor. Tapi mereka, entah karena mengurus SIM lewat belakang atau bagaimana, seolah-olah tidak mengerti etika seperti itu. Tetap saja masih sering ditemukan di Bundaran pejalan kaki yang lari sekencang-kencangnya sewaktu menyeberang, takut ditabrak motor dan mobil yang pengendaranya seolah-olah tidak mengerti fungsi rem.